Senin, 26 November 2012

08-VIII8-Chika-Final Exam

 Es Krim Kelapa Muda

Bahan :
  •  1/2 ltr susu segar
  • 100 ml air kelapa muda
  • 1 sdk tepung maizena, larutkan sedikit dalam air
  • 3 telur ayam, ambil kuningnya saja lalu dikocok
  • 200 gr daging kelapa muda
  • 100 mk krim kental


Cara membuat :
  1. Campurkan susu dan air kelapa muda kemudian aduk rata
  2. Masak diatas api  kecil sambil diasuk terus hingga panas
  3. Masukkan cairan maizena kemudian aduk hingga mendidih
  4. Ambil sedidkit adonan kemudian aduk dengan kuning telur
  5. Masukkan kembali kedalam adonan. Masak hingga memdidih kemudian angkat dan terus di aduk hingga uapnya menghilang
  6. Tambahkan daging kelapa muda dan krim kemudian aduk hingga rata

Senin, 19 November 2012

Seni : Teater

Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah (kalau ada) , penafiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (bisa pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti). Proses penjadian drama ke teater disebut prose teater atau disingkat berteater. Teater berasal dari kata theatron yang diturunkan dari kata theaomai(bahasa yunani) yang artinya takjub melihat atau memandang.
Teater bisa diartikan dengan dua cara yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Teeater dalam arti sempit adalah sebagai drama (kisah hidup dan kehiudpan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah yang tertulis.
Dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk dan lain-lain.



ARTI DRAMA

  1. Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya.
  2. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak
  3. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama
Dalam bahasa Belanda, drama adalah toneel, yang kemudian oleh PKG Mangkunegara VII dibuat istilah Sandiwara.
ARTI TEATER

  1. Secara etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium.
  2. Dalam arti luas : Teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak
  3. Dalam arti sempit : Teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
AKTING YANG BAIK

Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.
Dialog yang baik ialah dialog yang :
  1. terdengar (volume baik)
  2. jelas (artikulasi baik)
  3. dimengerti (lafal benar)
  4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Gerak yang balk ialah gerak yang :
  1. terlihat (blocking baik)
  2. jelas (tidak raguragu, meyakinkan)
  3. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
  4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Penjelasan :
  • Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh
  • Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi katakata yang diucapkan menjadi tumpang tindih.
  • Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan berani.
  • Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah
  • Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi.

Kamis, 15 November 2012

Seni : Sastra


SENI SASTRA

Sastra tulis adalah produk masyarakat tulis, yang lahir setelah masyarkat itu mengenal tulisan, kemudian teknologi percetakan.Di samping sebagai sastra lisan, Sastra Betawi juga mengenal sastra tulisan yang dihasilkan oleh sejumlah penulis sejak abad ke-19 sampai hari. Di masa lalu kita mengenal para pengarang hikayat dari Pecenongan, Jakartata Pusat, yang bernama Sapirin bin Usman al-Fadil dan Muhammad Bakir yang aktif menulis naskah hikayat pada paruh kedua abad ke-19. Sementara Ahmad Beramka, putra Sapirin, baru menulis naskah di awal abad ke-20. Naskah karangan Sapirin bin Usman al-Fadil antara lain Hikayat Nahkoda Asyik dan salah satu karangan Muhammad Bakir yang terkenal adalah Hikayat Merpati Mas.

Sementara pengarang Betawi yang menulis cerita dalam sastra cetak di sekitar masa kemerdekaan adalah M. Balfas, kemudian ada S.M. Ardan dan Firman Muntaco. Mereka menulis cerita tentang masyarakat Betawi dan kehidupan sehari-hari dalam dua bahasa sekaligus, bahasa Indonesia dan Bahasa Betawi. Balfas menerbitkan kumpulan cerita Lingkaran-lingkaran Retak (1952), S.M. Ardan mengumpulkan ceritanya dalam Terang Bulan Terang di Kali (1955) dan novelet Nyai Dasima (1965), yang kemudian diterbitkan ulang oleh penerbit Masup Jakarta (2007), dan Firman Muntaco menerbitkan dua seri Gambang Jakarta. Di samping itu ada juga penulis yang bukan orang Betawi tetapi menulis cerita dengan dialek Betawi seperti Aman Datuk Madjoindo dengan cerita Si Dul Anak Betawi (1936).

Mereka menulis karya sastra yang bisa digolongan ke dalam khazanah sastra Indonesia modern dan bukan tidak mungkin mengambil inspirasi dari sastra lisan yang masih berkembang dan pernah mereka nikmati. Berikut ini adalah jenis-jenis sastra lisan Betawi yang dikenal:

Buleng

Seni sastra terbagi ke dalam dua: sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan berkembang dalam masyarakat lisan, yang meskipun hidup di dalam dunia yang sudah mengenal tulisan, bahkan percetakan, masih mempertahankan kelisanannya. Dongeng adalah salah satu sastra lisan yang hidup juga di dalam kehidupan masyarakat Betawi. Sebutan yang khas untuk sastra lisan seperti ini adalah "buleng". Buleng bisa berisi dongeng tentang kerajaan, raja atau kaum bangsawan lainnya, bisa juga berisi cerita dari kehidupan sehari-hari. Kadang-kadang kata "buleng" juga dikenakan bukan hanya untuk dongeng atau ceritanya, tetapi juga untuk sang juru cerita. Kata kerjanya "ngebuleng" artinya "bercerita." Dalam penyajiannya, buleng sering kali menggunakan kalimat-kalimat liris. Judul-judul lakon buleng antara lain Gagak Karancang, Telaga Warna, Dalem Bandung, Ciung Wanara, dan Raden Gondang. Dewasa ini para juru cerita buleng sudah berusia lanjut, bahkan meninggal dunia. Yang pernah berjaya antara lain Boin dari Ciracas, Ilam dari Curug, Uwen dari Kali Malang, dan Guneng dari Cijantung. Sastra lisan ini ini tergerus oleh aneka hiburan yang disiarkan secara elektronis melalui radio dan televisi.

Sahibul Hikayat

Sahibul hikayat (artinya: pemilik cerita) adalah jenis sastra lisan yang masih bertahan di kalangan masyarakat Betawi. Penyampai "sahibul hikayat" biasa disebut "tukang cerita" atau "juru cerita" atau "juru hikayat". Juru hikayat yang terkenal antara lain Haji Ja'far, Haji Ma'ruf dan Mohammad Zahid alias "Wak Jait". Saking terkenalnya ahli yang terakhir ini cara menyampaikan hikayat itu sendiri sering pula disebut dengan "ngejait". Pekerjaan sehari-hari Mohammad Zahid adalah tukang pangkas rambut di dekat pasar kambing Tanah Abang. Dalam menyampaikan ceritanya Mohammad Zaid selalu mengenakan kain pelekat, berbaju potongan sadariah dan berpeci hitam. Pekerjaan ini kemudian diteruskan oleh putranya, Ahmad Sofyan Zahid (meninggal 2007). Dari generasi yang lebih baru bisa disebut Ita Saputra dan Edi Oglek.

Cerita-ceritanya biasanya disampaikan dalam sahibul hikayat berasal dari khazanah sastra lisan Timur Tengah, seperti "Seribu Satu Malam." Juru hikayat biasanya bercerita sambil duduk bersila, ada yang sambil memangku bantal, ada yang sesekali memukul gendang kecil yang diletakkan di sampingnya untuk memberikan aksentuasi jalan cerita. Sampai zaman Mohammad Zahid yang meninggal pada 1963 dalam usia 63 tahun, jenis cerita yang dibawakan antara lain, Hasan Husain, Malakarma, Ahmad Muhammad, Sahrul Indra Laila Bangsawan. Sementara Ahmad Sofyan Zahid mengaku pernah pula menuliskan hikayat-hikayat ciptaannya sendiri dan digunakan untuk kepentingannya sendiri.

Rancag

Kata "rancag" (menurut lidah orang Betawi Pinggiran) atau rancak (menurut lidah orang Betawi Tengah atau Kota) sama artinya dengan pantun. Cerita yang dibawakan dengan dipantunkan disebut cerita rancagan, atau cukup disebut rancag atau rancak saja, berbentuk pantun berkait. Pantun secara keseluruhan melukiskan sebuah kisah yang untuh, seperti tentang Si Angkri Jago Pasar Ikan. Pantun dalam rancag disusun secara improvisasi dengan mengikuti alur cerita yang sudah tetap. Suatu cerita dapat dipanjangkan penghidangannya dengan berbagai tambahan, misalnya dengan lawakan yang seringkali menyimpang dari cerita (lanturan/digresi). Namun demikian semua ini tetap disenangi penonton. Rancag biasa diiringi dengan orkes gambang kromong, yang biasa disebut Gambang Rancag, sebagaimana diuraikan dalam lema "Gambang Rancag."

Seni : Rupa


Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep titikgaris,bidangbentukvolumewarnatekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika.
Seni rupa dilihat dari segi fungsinya dibedakan antara seni rupa murni dan seni rupa terapan, proses penciptaan seni rupa murni lebih menitik beratkan pada ekspresi jiwa semata misalnyalukisan, sedangkan seni rupa terapan proses pembuatannya memiliki tujuan dan fungsi tertentu misalnya seni kriya. Sedangkan, jika ditinjau dari segi wujud dan bentuknya, seni rupa terbagi 2 yaitu seni rupa 2 dimensi yang hanya memiliki panjang dan lebar saja dan seni rupa 3 dimensi yang memiliki panjang lebar serta ruang.
Secara kasar terjemahan seni rupa di dalam Bahasa Inggris adalah fine art. Namun sesuai perkembangan dunia seni modern, istilah fine art menjadi lebih spesifik kepada pengertian seni rupa murni untuk kemudian menggabungkannya dengan desain dan kriya ke dalam bahasan visual arts.

Daftar isi

  [sembunyikan

[sunting]Bidang seni rupa

[sunting]Seni rupa murni

Patung Pieta oleh Michaelangelo

[sunting]Desain

[sunting]Kriya

Kursi rotan sebagai hasil karya kriya

Seni : Tari (gerak)





Seni tari adalah bentuk-bentuk penyampaian jiwa manusia melalui gerak-gerak ritme yang indah. Dengan batasan ini maka terdapat tiga hal yang menonjil dan penting, yaitu gerak, ritmis dan indah disamping ekspresi manusia.

A. Unsur Dasar Tari
Kebudayaan adalah suatu hasil budi daya manusia. Ia merupakan kekayaan spriritual berupa pemikiran falsafah, kesusastraan dan kesenian. Semuanya tumbuh dan berkembang secara akumulatif. Seperti di masa lampau secara sadar dan sengaja kebudayaan ditangkarkan dari seseorang kepada orang lain dalam segala lapisan masyarakat. Sesuai dengan alamhidupnya, kebudayaan manusia itu pada dasarnya hidup dalam dua dunia. Keduanya saling mengisi antara dunia mikro atau manusia sendiri dengan dunia makro tempat manusia hidup beserta alam sekelilingnya.
Seni tari merupakan salah satu bagian dari cabang kesenian. Untuk mengetahui khasanah seni tari memerlukan pengertian terlebih dahulu secara mendasar akan unsur-unsur dasarnya.
Seni tari yang oleh sarjana tari dikatakan telah lahir semenjak adanya manusia di dunia, dapat dikatakan hidup dalam dua dimensi, yaitu ruang dan waktu. Sedangkan cabang kesenian lain seperti seni musik atau seni karawitan hanya hidup dalam dimensi waktu. Bagi seni rupa dimensi ruanglah yang diperlukan.
Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan gerak-gerak tubuh manusia. Sehingga dari sini tampak dengan jelas bahwa hakekat tari adalah gerak. Disamping unsur dasar gerak seni tari juga mengandung unsur dasar lain seperti irama (ritme), iringan, tata busana dan tata rias, tempat serta tema.
A.1. Gerak
Gerak dapat diungkapkan dengan bermacam-macam. Diantara berbagai macam gerak itu, salah satu diantaranya ada yang mengandung unsur keindahan (sedap dipandang mata).
Angin bertiup dari tengah sasmudra mendesak air laut bergerak menuju ke pantai berupa gelombang samudra, menimbulkan suatu gerakan yang indah dipandang mata. Daun nyiur di pantai meliuk-liuk atas tiupan angin indah dalam pandangan mata.
Demikian pula di musim kemarau kunang-kunang mengibas-ngibaskan sayapnya menimbulkan cahaya gemerlapan di tengah sawah pada malam hari seperti cahaya mutiara indah yang sedang memantulkan sinar. Ikan mas berenang renang ke sana ke mari di dalam akuarium, selain menimbulkan pemandangan yang indah juga menimbulkan suasana ketenangan.
Tetapi mengingat bahwa seni tari merupakan salah satu cabang kesenian yang juga merupakan salah satu hasil budi manusia, maka unsur dasar tari utama yang berwujud gerak itu, tidak semua gerak dapat dikatakan gerak tari. Gerak yang berfungsi sebagai materi gerak pokok tari hanyalah gerakan-gerakan dari bagian tubuh manusia yang telah diolah dari gerak keadaan wantah menjadi suatu bentuk gerak tertentu. Dalam istilah kesenian, gerak yang telah mengalami stilisasiatau distorsi.
Dari hasil pengolahan suatu gerakan atau gerak yang telah mengalami sitisasi atau distorsi inilah nanti lahir dua jenis gerak tari. Yang pertama gerak tari yang bersifat gerak murnidan yang kedua bersifat gerak maknawi.
Gerak murni adalah gerak tari darihasil pengolahan gerak wantah yang dalam pengungkapannya tidak mempertimbangkan suatu pengertian dari gerak tari tersebut. Disini yang dipertimbangkan adalah faktor nilai keindahan gerak tarinya saja. Misalnya gerak-gerak memutar tangan pada pergelangan tangan, beberapa gerak leher seperti pacak-jangga di Jawa, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan gerak maknawi adalah gerak wantah yang telah diolah menjadi suatu gerak tari yang dalam pengungkapannya mengandung suatu pengertian atau maksud disamping keindahannya. Misalnya dalam tari nelayan, kita dapat melihat gerak tari yang menggambarkan nelayan yang sedang mendayung. Gerak mendayung dalam tari nelayan ini disamping sedap dilihat karena keindahannya, juga tampak mengandung suatu arti atau maksud yaitu gambaran seorang nelayan yang sedang mengayunkan dayungnya agar perahunya dapat laju jalannya.
Di daerah pedalaman yang jauh dari pantai, seperti di hutan di dareah Kalimantan atau di Irian Jaya kita banyak mendapatkan ragam tari yang menggambarkan bagaimana dan dengan apa para pemburu akan manangkap binatang. Disini banyak digambarkan atau dilukiskan cara menangkap binatang dengan mengelu-elukan sebatang tombak, atau menarik anak panah. Dalam suatu bentuk gerak tari jelas bukan merupakan gerak wantah, tetapi berupa gerak yang telah distilisasi yang hasilnya disamping mengandung unsur keindahan juga menggambarkan suatu pengertian atau maksud tertentu. Disini yang digambarkan adalah seorang yang sedang berburu binatang dengan senjata tombak atau panah.
Di dataran rendah kita dapati beberapa bentuk tari pertanian, yang menggambarkan bagaimana cara bercocok tanam atau tarian pengrajin yang di dalamnya dapat berbentuk penggambaran cara masyarakat sedang menenun kain, membatik atau membuat perkakas dari tanah liat, dan sebagainya.
Dalam garapan suatu bentuk tarian, gerak-gerak maknawi ada yang masih tampak jelas artinya dalam cara pengungkapan geraknya tetapi juga banyak pula yang dalam pengungkapan geraknya tinggal tampak suatu kiasan saja. Untuk mencari contoh yang terakhir banyak terdapat dalam garapan tari tradisional atau tari klasik di pulau Jawa dan Bali. Seperti dalam tari klasik tradisional di Jawa, kita dapati gerak ragam tari yang disebut tari usap rawis yang menggambarkan bagaimana mengusap kumis. Ragam tari ngilo yang mengandung pengertian seseorang yang sedang bercermin setelah berbusana.
Begitu pula beberapa ragam tari gerakan perang. Gerak tari nitig paha dan nuding pada tari Bali mengadung pengertian terperanjat dan marah. Gerak menghadapkan telapak tangan pada penari lain mengandung pengertian menolak. Gerak menengadahkan telapak tangan dan muka ke langit berarti sembah atau sujud memuja Tuhan. Sedangkan menggeleng-gelengkan kepala berati kecewa, demikian pula gerak mengangguk-anggukkan kepala berarti setuju. Dengan demikian maka berdasarkan jenis pengungkapan geraknya, secara garis besar ada dua sifat gerak tari.
      Ditinjau dari cara pengungkapannya ada dua bentuk tari, yaitu yabng representatif dan yang non representatif. Tarian yang bersifat representatif yaitu gerak tarinya menggambarkan suatu pengertian atau maksud tertentu dengan gerakan tarian jelas. Tarian yang bersifat nonrepresentatif yang gerakan tarinya tidak menggambarkan suatu pengertian tertentu. Namun demikian dalam keseluruhan penggarapan sebuah tari pasti tidak meninggalkan salah satu sifat tersebut di atas. Keduanya saling bertautan dan isi mengisi. Hanya mana yang lebih ditekankan. Pada garapan-garapan tari non representatif banyak digunakan gerak murni atau pure movement. Sedang garapan yang bersifat representatif pasti saja banyak disusun dari gerak-gerak maknawi atau gesture. Bagi bangsa primitif ada suatu keyakinan bahwa semakin tepat dan cermat seorang penari melaksanakan gerakan tarinya, maka semakin tinggi atau semakin ampuh karunianya baik yang bersifat moral atau material. 
Pada pengobatan misalnya, bila si pawang atau dukun selama menari untuk memberi pengobatan pada si sakit dapat menunjukkan gerakan-gerakan yang tepat dan cermat serta penuh konsentrasi, maka ini berarti akan cepat penyembuhannya bagi si sakit. Demikian pula seorang juru bicara yang mengungkapkan suatu pengertian lewat gerak dapat tepat dan gempang diterima, maka ia akan semakin cepat diserap oleh pendengarnya. Dengan demikian jelaslah bahwa unsur dasar tari yang utama adalah gerak manusia.
A.2. Ritme
Di dalam kehidupan dunia sebagai makroskosmos, ritme ini selalu ada dan bersifat tetap. Contoh yang paling dekat bahwa matahari selalu terbit dari sebelah timur. Selanjutnya naik dan berjalan berpindah tempat sampai tenggelam di sebelah barat pada waktu sore hari. Ritme itu sendiri sebenarnya merupakan jarak yang tetap. Untuk memberikan suatu kehidupan maka perjalanan sepanjang jarak ini dilaksanakan dengan adanya daya naik dan turun. Dalam dunia karawitan atau musik daya tersebut sangat jalas. Daya ini bisa disebut padang-ulihan atauthese-antithese. Dari inilah maka sebenarnya ritme itu merupakan pola waktu yang memberikan kehidupan. 
A.3. Iringan
Di atas telah disebutkan bahwa tari adalah suatu gerak ritmis. Untuk memperkuat dan memperjelas gerak ritmis dari suatu bentuk tarian dapat dilaksanakan dengan iringan. Iringan tersebut pada umumnya berupa suara atau bunyi-bunyian. Sumber bunyi sebagai iringan tari yang pertama adalah suara manusia sendiri.
Bangsa-bangsa primitif menari-nari dengan teriakan-teriakan sebagai musik pengiringnya. Anak kecil menari-nari dengan teriakan iringan nyanyian suara ibu atau inang pengasuhnya. Selanjutnya pada tingkat berikutnya demi keserempakan gerak mereka menari-nari dengan tepuk tangan sebagai pengiringnya. Hal ini ada kalanya disamping dengan nyanyian ada juga dengan tepuk tangan. Tarian Seudati dari Aceh merupakan tarian pria yang ditarikan secara massal dikuatkan dengan suatu tepukan tangan pada perut.
Bangsa Indian di pedalaman Amerika ataupun bangsa Pigmi di pedalaman benua Afrika menari-nari dengan menghentakkan kaki ke tanah. Suara yang ditimbulkan karena hentakan kaki itulah yang dipergunakan sebagai iringannya. Setelah mereka mengenal senjata atau tongkat, maka suara hentakan kaki tadi diganti dengan suara yang ditimbulkan dari hentakan tongkat pada tanah, ataupun suara lain yang ditimbulkan jarena pukulan tongkat dengan tongkat lain.
Selama orang laki-laki menari-nari, maka keluarga mereka melingkari sambil menyanyi ataupun bertepuk tangan membantu menguatkan suara si penari. Ada kalanya para istri mereka dan anak-anaknya memukul-mukul dahan pohon yang telah tumbang sebagai alat bunyi-bunyian yang dia mainkan dengan cara dipukul-pukul, seperti sekarang dapat kita lihat sebagai kentongan ataupun lesung alat penumbuk padi.
Di Jawa Tengah sampai saat ini ada suatu pertunjukan yang disebut Ketoprak lesung, dan lesung tadi dipergunakan sebagai alat bunyi-bunyian pengiringnya. Disamping alat musik pukul, dalam perkembangannya juga dikenal alat musik tiu seperti seruling. Tari-tarian yang diiringi dengan seruling sampai saat ini masih banyak terdapat di pulau Bali. Bunyi-bunyian dapat pula berbentuk alat petik seperti kecapi Sunda atau siter dan clempung di Jawa Tengah.
Alat bunyi lainnya ada yang cara membunyikannya dengan ditepuk baik sebelah sisi ataupun kedua sisinya, seperti terbang dan gendang. Khusus gendang disamping cara memainkannya dengan ditepuk dengan tangan ada pula yang cara memainkannya dengan dipukul dengan sebuah alat pukul seperti bedug.
Perkembangan selanjutnya, di Indonesia terdapat bermacam-macam alat bunyi-bunyian yang semuanya sesuai dengan tingkat perkembangan di setiap daerah. Didaerah Sulawesi sampai sekarang masih hidup suatu tarian yang hanya diiringi instrumen gendang saja, misalnya tari Bathara. Di daerah tersebut juga ada tarian yang diiringi dengan gendang/bedug, seruling dan semacam alat petik seperti instrumen gitar. Di pulau Sumatra kita lihat banyak tarian yang pada dasarnya diiringi dengan suara rebana, dengan viol ataupun akordion seperti tari Serampang duabelas, tari payung.
Ensambel instrumen pengiring yang lengkap pada umumnya terdapat di pulau Jawa dan pulau bali. Tariannya telah diiringi dengan saru unit alat bunyi-bunyian yang disebut gamelan. Dalam buhungannya dengan seni tari, pada umumnya iringan itu berfungsi sebagai penguat ataupun pembentuk suasana, misalnya iringan untuk tari perang, untuk mengiringi seorang pahlawan yang gugur, untuk adegan percintaan dan untuk tari pemujaan. Perlu diketahui bahwa ada pendapat yang mengatakan bilamana seorang tidak tahu iringan seperti orang yang kakinya pincang.
A.4. Tata Rias dan tata Busana
Pada mulanya para penari memakai pakaian sesuai dengan apa yang pada saat itu sedang dipakai. Perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kedudukannya seagai salah satu unsur, maka pakaian atau busananya diatur dan ditata sesui dengan kebutuhan tari tersebut. Yang paling utama mendapat perhatian haruslah terlebih dahulu diketahui dan disadari bahwa yang terpenting adalah pakaian atau busana tersebut harus enak dipakai, tidak mengganggu gerak tari, menarik dan sedap dipandang. Bila perlu murah harganya dan mudah didapat.
Di luar jawa, kecuali daerah Bali, pakaian si penari tampak sangat dengat dengan orang-orang yang mengiringinya (musician). Sedangkan di pulau Jawa dan Bali pakaian antara penari dan pengiringnya tampak jauh berbeda. Lebih-lebih untuk tarian yang mengambil cerita wayang, umpamanya untuk tokoh Bima dan Rahwana. Bentuk dan warnanya telah mempunyai ketentuan yang mapan. Ketentuan ini disesuaikan dengan bentuk dan warna tokoh-tokoh tersebut dalam pewayangan.
Meskipun dalam kehidupan sehari-hari dikenal bermacam-macam warna, namun dalam hubungannya dengan kebutuhan pentas, hanyalah beberapa macam warna saja yang biasa dipergunakan. Warna-warna tersebut diambil berdasarkan arti simbolis, sebab secara umum setiap bangsa secara turun-temurun telah memberi suatu pengertian yang bersifat simbolis pada warna-warna tertentu. Misalnya warna merah berarti berani, warna putih berarti suci, warna hijau berarti muda atau remaja dan sebagainya.
 Selain bahan pakaian yang dibuat dari kain, juga masih dipakai beberapa perhiasan seperti kalung, binggel, sumping dan sebagainya. Perhiasan ini ada yang dibuat dari jenis imitasi dan ada pula yang dibuat dari kulit binatang. Pada tari tradisional selain perhiasan juga dipakai ikat kepala., baik berbentuk peci atau ikat kepala yang disusun atau diatur dari lembaran kain. Untuk tarian yang mengambil cerita wayang, maka penutup kepala penarinya seperti bentuk kepala pada tokoh wayang tersebut. Kita dapat melihat di Jawa dan di Bali apa yang disebut gelung dan  tropong.
Sedangkan tata rias akan membantu menentukan wajah beserta perwatakannya, serta untuk memperkuat ekspresi. Disini harus diketahui perbedaan antara tata rias yang dipakai untuk sehari-hari dengan tata rias yang dipakai untuk pertunjukan tari. Yang dimaksud dengan tata rias sehari-hari adalah yang dipergunakan untuk kehidupan wajar, misalnya untuk pergi ke sekolah, darma wisata ataupun untuk mengunjungi suatu upacara. Maka cara pemakaiannya cukup serba tipis. Demikian pula untuk memperkuat bentuk mata dan bibir perlu dibantu dengan garis-garis yang tipis saja. Sedangkan untuk tata rias pertunjukan tari segala sesuatunya diharapkan harus terlihat lebih jelas. Hal ini selain sebagai penguat perwatakan dan keindahan juga yang penting diketahui bahwa tata rias ini akan dinikmati dari jarak jauh. Misalnya dalam memperjelas wajah, maka garis mata dan alis serta mulut perlu dibuat yang tebal.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini bahan tata rias tampaknya sudah merupakan hal yang tidak sulit dicari. Hanya masalah harganya saja yang masih sangat tinggi. Namun dapat juga dengan materi (bahan tata rias) yang relatif murah harganya. Tata rias tari sebagai salah saru cabang pertunjukan, pada waktu ini masih perlu dibedakan saja. Yaitu tata rias bagi seni tari yang dipentaskan melalui panggung, melalui televisi maupun melalui film.
A.5. Tema
Pada mulanya, orang menari bukan semata-mata untuk ditonton. Namun dalam perkembangan terakhir ini tari sengaja disusun untuk dipertontonkan. Untuk mendekati tercapainya tujuan maka perlu adanya unsur tema. Tema itu dapat diangkat dari bermacam-macam sumber. Hal ini dapat berasal dari manusia sendiri, dapat berupa pengalaman hidupnya seperti kegiatan sehari-hari, kisah ataupun pengalaman hidupnya sejak dalam kandungan ibu sampai pada masa penguburan junazah. Serta dapat pula dari hasil budidaya yang antara lain dapat berbentuk cerita-cerita baik yang bersifat legende, mitos ataupun sejarah. Yang berbentuk cerita misalnya epos Ramayana, epos Mahabarata. Yang berbentuk legende misalnya Nyai Roro Kidul dan yang berbentuk sejarah misalnya Pangeran Diponegoro, Gajah Mada.
Tari dapat pula diangkat dari tema flora dan fauna. Tema yang diangkat dari flora atau dunia tumbuh-tumbuhan misalnya tari tani, tari minta hujan, tari kumbang sari. Yang diangkat dari tema fauna atau dunia binatang misalnya tari kijang, tari burung, tari angsa dan sebagainya. Ada pula tari yang diangkat dari alam semesta misalnya tari ombak, tari api dan sebagainya. Biasanya tema tadi diambil dan disesuaikan dengan alam sekitarnya serta taraf kehidupan masyarakat pada jamannya.
A.6. Tempat
Tari dilakukan oleh manusia. Manusia sendiri adalah makhluk hidup yang mempunyai ukuran tiga dimensi, yaitu tinggi, panjang dan lebar. Sedangkan dalam kehidupannya manusia selalu bergerak berpindah-pindah. Maka untuk melaksanakan suatu kegiatan tari dibutuhkan waktu dan ruangan atau tempat.
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, kegiatan-kegiatan tari selalu dilakukan di suatu tempat yang khusus. Tempat itu pada umumnya berbentuk suatu ruangan yang datar dan terang, artinya dapat dilihat. Mungkin tempat itu berbentuk suatu halaman atau lapangan yang dilingkari tumbuh-tumbuhan, baik di luar ataupun di dalam hutan. Mungkin tempat  tersebut terletak di pinggiran sungai atau di tepi laut. Dalam perkembangannya kebudayaan manusia sampai dewasa ini akhirnya terbentuklah suatu tempat khusus yang dipergunakan untuk pagelaran seperti bentuk arena, lingkaran ataupun pendapa. Ada pula tempat pertunjukan yang berbentukproscenium, yaitu tempat pertunjukan yang antara penonton dengan yang ditonton dibatasai dengan suatu bingkai.
Mengingat bahwa kegiatan ataupun pagelaran seni tari sebagai tontonan melibatkan dua pihak, yaitu satu pihak yang ditonton dan pihak lain yang menonton, tentu saja tempat pihak yang ditonton memerlukan persyaratan penerangan lampu serta tata suara (sound system). Maka untuk mencapai keberhasilan pagelaran tari dibutuhkan pengaturan tata lampu dan tata suara yang baik.
B. Definisi Tari
Seni tari bersifat universal, artinya seni tari ini dilakukan dan dimiliki seluruh manusia di dunia. Mengingat tempat kedudukan manusia satu dengan yang lain berbeda-beda, maka pengalaman hidup mereka itu beraneka ragam pula. Akhirnya dasar titik tolak pengetahuan merekapun berbeda-beda. Bagi manusia yang hidup di daerah tropis tentu akan berbeda dengan mereka yang hidup di daerah kutub. Bagi yang hidup di daerah pegunungan pasti berbeda dengan yang hidup di padang pasir. Perjuangan mereka berbeda-beda dalam memecahkan suatu masalah. Maka dari itulah, biarpun aspek kejiwaannya sama namun dalam penentuan pembatasan atau dalam memberikan definisi seni tari terdapat keaneka-ragaman.
Tari itu sendiri dalam penggunaannya dapat bermacam-macam. Pada musim hujan di malam hari katak menari-nari sambil menyanyi kerena kegembiraan. Kunang-kunang bergemerlapan memancarkan sinarnya diantara daun padi bagaikan menari-nari karena terpenuhi tuntutan kesenangan hidupnya. Di siang hari di atas dahan yang tinggi burung-burung meloncat-loncat dan terbang kesana kemari seolah menari-nari karena telah terpenuhi tuntutan kodratinya. Bayi lahir, setelah itu menangis, kemudian menari-nari karena telah berhasil memecahkan saat-saat kritis dalam perjuangan menyesuaikan diri dengan kondisi alam semesta. Demikian pula dari suku bangsa primitif sampai jke tingkat bangsa yang telah berkembang dan maju semuanya menari untuk mencerminkan tercapainya tuntutan hidupnya.
Karena rasa kegembiraan, maka dalam mengekspresikan dibentuklah suatu gerakan yang enak untuk dinikmati oleh orang lain. Akhirnya karena rasa kegembiraan pula, manusia mengekspresikan jiwanya dari kelebihan dorongan tersebut melalui gerak yang indah.
Untuk membatasai apa yang disebut tari, maka laihrlah bermacam-macam definisi tari. Definisi tersebut disusun oleh beberapa tokoh seni tari atau tokoh bidang seni lain yang dalam hidupnya banyak berkecimpung dalam bidang seni tari. Para tokoh tersebut antara lain mendefinisikan tari sebagai berikut:
1.    Ingkang kawastanan beksa inggih punika ebahing sadaya saranduning badan, kesarengan ungeling gangsa, katata pika tuk wiramaning gending, jumbuhing pasemon kalihan pikajenging joged (arti: tari adalah gerak seluruh badan yang diiringi irama lagu musik yang diselaraskan dengan ekspresi tarinya). Dikemukakan oleh BPH Suryodiningrat, seorang ahli tari dari Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bukunya “Babad lan Mekaring Joged Jawi”.
2.    Tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-grak ritmis yang indah. Dikemukakan oleh Drs. Sudarsono dalam bukunya “Djawa dan Bali: Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia”.
3.    Tari adalah ekspresi estetis dalam gerak dengan media tubuh manusia. Dikemukakan oleh Drs. Wisnoe Wardhana dalam bukunya “Pengajaran Tari”.
4.    Tari adalah keteraturan bentuk gerak tubuh di dalam ruang. Dikemukakan oleh Drs. Sudharso Pringgobroto dalam kuliah-kuliah ASTI Yogyakarta sekitar tahun 1967.
5.    Tari adalah gerak yang ritmis. Dikemukakan oleh Curt Sach, seorang ahli tari Jerman dalam bukunya “World History of the Dance”.
6.    Tari adalah gerak-gerak yang berbentuk dan ritmis dari tubuh dalam ruang. Dikemukakan oleh Corrie Hartong dalam bukunya “Danskunst”.
7.    Tari dapat dikatakan sebagai suatu naluri, suatu desakan emosi dalam diri kita yang mendorong kita untuk mencari ekspresi pada tari, yaitu gerakan-gerakan luar yang ritmis yang lama kelamaan nampak mengarah kepada bentuk-bentuk tertentu. Dikemukakan oleh Kamaladevi Chattopadhyaya, seorang ahli seni dari India.
8.    Tari adalah ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif. Dikemukakan oleh La Meri dalam bukunya“Dance Compotition”.
(Supardjan dan I Gusti Ngurah Supartha, 1982 : 17)

   Penggolongan Tari
Secara garis besar, penggolongan tari adalah sebagai berikut :
1.    Penggolongan berdasarkan atas koreografinya, digolongkan menjadi:
·        Tari Rakyat, yaitu tari yang sudah berkembang sejak jaman primitif sampai sekarang.

·        Tari Klasik, yaitu tarian yang sudah mengalami puncak keindahannya yang tertinggi. Tarian ini berkembang semenjak kejayaan masyarakat feodal di Indonesia.

·        Tari Kreasi Baru, yaitu tari yang diciptakan dalam bentuk baru. Istilah ini timbul sejak tahun 1950. Tarian baru ini diciptakan dengan maksud untuk memenuhi eskpresi dan keinginan batin penciptanya.


2.    Penggolongan berdasarkan atas fungsinya, digolongkan menjadi:
·        Tari Upacara, yaitu tarian yang bersifat magis untuk mempengaruhi alam, bersifat ritual dan untuk upacara adat yang bersifat religius. Tarian ini sering digunakan untuk upacara agama.
·        Tari Hiburan, yaitu tari yang dititik beratkan pada segi hiburan, dimana tidak diutamakan pada segi keindahannya. Pada umumnya berbentuk tari pergaulan. Tarian ini biasanya ditarikan secara berpasangan antara muda-mudi dengan santai.
·        Tari Pertunjukan, yaitu tari dimana nilai artistiknya sangat diutamakan. Golongan tari-tarian ini adalah merupakan kelompok seni murni, bukan seni terpakai. Biasanya tari ini merupakan sarana ekspresi dari penciptanya yang murni tanpa dibatasi dan disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan lain di luar seni tari.
3.    Penggolongan berdasarkan isinya, digolongkan menjadi:
·        Tari Pantomim, yaitu tari yang isi atau temanya mencoba untuk menirukan sesuatu. Yang ditirukan dapat berupa kejala-gejala alam, misalnya hujan, angin, benda-benda alam, kegiatan sehari-hari, dan sebagainya.
·        Tari Erotik, yaitu tari yang mengambil tema percintaan pria dan wanita. Tarian hiburan pada jaman feodal banyak yang mengambil tema erotik yang memang mengasyikkan.
·        Tari Heroik atau Kepahlawanan, yaitu tarian yang mengambil tema kepahlawanan. Biasanya berupa tarian perang. Perang antara yang jahat melawan yang baik/benar. Juga menggambarkan kecintaan seorang pahlawan terhadap tanah airnya.
·        Drama Tari, yaitu rangkaian tari yang disusun sedemikian rupa hingga melukiskan suatu kisah atau cerita drama tari berdialog, baik prosa maupun puisi dan juga ada yang berupa dialog (percakapan). Jika tanpa dialog, maka menggunakan tanda-tanda gerakan ekspresi muka atau mimik sebagai alat untuk berbicara. Adapun cerita yang sangat digemari oleh masyarakat misalnya: Ramayana, Mahabarata, Panji atau juga Babad.